loading...
Selamat Datang di Harian Nusantara, Kali ini kami akan memberikan informasi terkait polemik di negeri yang semakin memanas menimbulkan banyak perpecahan antar masyarakat.
Intervensi Istana untuk melindungi oknum penista agama alias Ahok telah memicu kegusaran rakyat secara masif. Terlebih Jokowi selaku Petugas Partai tampak manut pada ambisi PDIP untuk menangkan Ahok di Pilgub DKI Jakarta.
Bahkan dalam sepekan ini beredar isu bakal terjadi kerusuhan seperti tahun 1998. Hal itu terkait dengan sikap arogansi Polri yang gencar mengkriminalisasi ulama dan membidik kubu Agus-Sylviana yang merupakan rival terberat Ahok di Pilgub DKI.
Tindakan semena-mena Polri disyalir sebagai “proyek politik” untuk mendongkrak elektabilitas Ahok yang makin anjlok lantaran terseret kasus penistaan Al Qur’an.
Celakanya, Presiden Jokowi tampil memanasi situasi dengan memanfaatkan mantan Ketua KPK Antasari Azhar untuk memberi kesan seolah SBY dalam sanderaan Istana.
Untuk hajat busuk itu, Jokowi menggelar jamuan spesial dengan Antasari. Usai pertemuan, beredar fitnah keji bahwa SBY merupakan aktor utama dalam kasus kriminalisasi Antasari.
Bukan baru kali ini SBY difitnah dan nistakan. Tapi sejak pasca aksi 411 dan 212, sang Jenderal yang terkenal santun dan sabar itu bertubi-tubi dibully di media sosial oleh buzzer Istana dan loyalis pembela oknum penista agama (Ahok).
SBY dituding terlibat makar, provokator, pencuri uang negara, politisi busuk, pendendam, super licik serta segala rupa macam hujatan dan cacian.
Tragisnya, peneliti LIPI Syamsuddin Haris menuding SBY sebagai provokator tingkat tinggi. Tudingan tidak bermoral itu merujuk pada sikap SBY yang secara terbuka membela aspiarasi umat Islam jelang aksi unjuk rasa 411.
“Saya menyayangkan SBY. Dia sudah menjadi provokator sama seperti pemimpin organisasi kemasyarakat (ormas) keagamaan yang selalu membuat resah masyarakat,” kata Syamsuddin.
Pernyataan Syamsuddin dan para buzzer Ahok bergulir seiring dengan sikap Polri yang super reaktif membidik ulama dan Sylviana serta terkesan mencari-cari kesalahan SBY.
Tindakan tidak elok itu wajar membuat SBY terusik, terlebih para petinggi TNI kian gusar. Maklum SBY adalah sosok Jenderal TNI yang sangat dihormati, termasuk dicintai oleh jutaan rakyat.
Situasi makin mendidih, beberapa jam lalu juru bicara Presiden, Johan Budi dengan wajah cemas mencoba meredam dinamika publik.
Johan Budi melantunkan retorika basinya, bahwa Presiden Jokowi bersikap netral dalam Pilgub DKI. “Dan presiden punya komitmen agar pelaksanaan pilkada itu berlangsung secara demokratis dan transparan,”(republika 31/1/2017).
Reaksi Istana dipicu oleh protes SBY dan para petinggi Demokrat yang menuding bahwa: “Gejala ketidaknetralan negara beserta aparaturnya mulai tampak terlihat. Campur tangan kekuasaan dinilai telah melampaui batas,” (sumber republika).
Pernyataan SBY sangat terang, tegas dan mewakili aspirasi rakyat. Sebaliknya tanggapan jubir Presiden tidak lebih hanyalah bualan dari ekspresi ketakutan. Apapun bantahan Istana, Rakyat sudah tidak percaya dengan lakon politik rezim Jokowi. Munafik.
Oleh sebab itu Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menggelar konferensi pers menanggapi penyebutan namanya dalam sidang penistaan agama dengan terdakwa Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok pada Selasa (31/1/2017) kemarin.
"Saya ingin menyampaikan semua itu secara gamblang," kata SBY di Kantor DPP Partai Demokrat, Wisma Proklamasi, Jakarta, Rabu 1 Februari 2017.
"Saya pada kesempatan yang baik ini ingin menyampaikan penjelasan. Merespon apa yang kemarin dalam persidangan kasus hukum Pak Ahok yang baik pengacara maupun Pak Ahok mengaitkan nama saya dalam persidangan tersebut," ujar SBY.
SBY mengungkapkan, sejumlah orang menganjurkannya agar diam saja tak perlu menanggapi. Namun, SBY merasa perlu menanggapi karena meskipun diam saja berbagai tuduhan membanjirinya.
"Lah saya diam saja juga digempur. Lebih bagus rakyat mendengar penjelasan (langsung) saya karena nama saya dikait-kaitkan," kata SBY.
SBY juga menyatakan berkeinginan untuk bertemu langsung Presiden Joko Widodo.
"Saya ingin bicara dengan beliau secara blak-blakan, siapa yang melaporkan pada beliau, yang memberikan informasi pada beliau..."
Sumber : faktamedia
Demikian informasi yang kami sampaikan . Silahkan like fanspage kami dan tetap kunjungi situs kami di http://harianusantara.tk/. Kami akan selalu memberikan berita terbaru, terhangat, terpopuler, dan teraktual yang diperoleh dari berbagai sumber yang terpercaya.
Terima Kasih atas kunjungan anda Semoga informasi yang kami sampaikan ini bermanfaat. Untuk info terbaru lainnya silakan kunjungi laman kami DISINI..!
Intervensi Istana untuk melindungi oknum penista agama alias Ahok telah memicu kegusaran rakyat secara masif. Terlebih Jokowi selaku Petugas Partai tampak manut pada ambisi PDIP untuk menangkan Ahok di Pilgub DKI Jakarta.
Bahkan dalam sepekan ini beredar isu bakal terjadi kerusuhan seperti tahun 1998. Hal itu terkait dengan sikap arogansi Polri yang gencar mengkriminalisasi ulama dan membidik kubu Agus-Sylviana yang merupakan rival terberat Ahok di Pilgub DKI.
Tindakan semena-mena Polri disyalir sebagai “proyek politik” untuk mendongkrak elektabilitas Ahok yang makin anjlok lantaran terseret kasus penistaan Al Qur’an.
Celakanya, Presiden Jokowi tampil memanasi situasi dengan memanfaatkan mantan Ketua KPK Antasari Azhar untuk memberi kesan seolah SBY dalam sanderaan Istana.
Untuk hajat busuk itu, Jokowi menggelar jamuan spesial dengan Antasari. Usai pertemuan, beredar fitnah keji bahwa SBY merupakan aktor utama dalam kasus kriminalisasi Antasari.
Bukan baru kali ini SBY difitnah dan nistakan. Tapi sejak pasca aksi 411 dan 212, sang Jenderal yang terkenal santun dan sabar itu bertubi-tubi dibully di media sosial oleh buzzer Istana dan loyalis pembela oknum penista agama (Ahok).
SBY dituding terlibat makar, provokator, pencuri uang negara, politisi busuk, pendendam, super licik serta segala rupa macam hujatan dan cacian.
Tragisnya, peneliti LIPI Syamsuddin Haris menuding SBY sebagai provokator tingkat tinggi. Tudingan tidak bermoral itu merujuk pada sikap SBY yang secara terbuka membela aspiarasi umat Islam jelang aksi unjuk rasa 411.
“Saya menyayangkan SBY. Dia sudah menjadi provokator sama seperti pemimpin organisasi kemasyarakat (ormas) keagamaan yang selalu membuat resah masyarakat,” kata Syamsuddin.
Pernyataan Syamsuddin dan para buzzer Ahok bergulir seiring dengan sikap Polri yang super reaktif membidik ulama dan Sylviana serta terkesan mencari-cari kesalahan SBY.
Tindakan tidak elok itu wajar membuat SBY terusik, terlebih para petinggi TNI kian gusar. Maklum SBY adalah sosok Jenderal TNI yang sangat dihormati, termasuk dicintai oleh jutaan rakyat.
Situasi makin mendidih, beberapa jam lalu juru bicara Presiden, Johan Budi dengan wajah cemas mencoba meredam dinamika publik.
Johan Budi melantunkan retorika basinya, bahwa Presiden Jokowi bersikap netral dalam Pilgub DKI. “Dan presiden punya komitmen agar pelaksanaan pilkada itu berlangsung secara demokratis dan transparan,”(republika 31/1/2017).
Reaksi Istana dipicu oleh protes SBY dan para petinggi Demokrat yang menuding bahwa: “Gejala ketidaknetralan negara beserta aparaturnya mulai tampak terlihat. Campur tangan kekuasaan dinilai telah melampaui batas,” (sumber republika).
Pernyataan SBY sangat terang, tegas dan mewakili aspirasi rakyat. Sebaliknya tanggapan jubir Presiden tidak lebih hanyalah bualan dari ekspresi ketakutan. Apapun bantahan Istana, Rakyat sudah tidak percaya dengan lakon politik rezim Jokowi. Munafik.
Oleh sebab itu Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menggelar konferensi pers menanggapi penyebutan namanya dalam sidang penistaan agama dengan terdakwa Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok pada Selasa (31/1/2017) kemarin.
"Saya ingin menyampaikan semua itu secara gamblang," kata SBY di Kantor DPP Partai Demokrat, Wisma Proklamasi, Jakarta, Rabu 1 Februari 2017.
"Saya pada kesempatan yang baik ini ingin menyampaikan penjelasan. Merespon apa yang kemarin dalam persidangan kasus hukum Pak Ahok yang baik pengacara maupun Pak Ahok mengaitkan nama saya dalam persidangan tersebut," ujar SBY.
SBY mengungkapkan, sejumlah orang menganjurkannya agar diam saja tak perlu menanggapi. Namun, SBY merasa perlu menanggapi karena meskipun diam saja berbagai tuduhan membanjirinya.
"Lah saya diam saja juga digempur. Lebih bagus rakyat mendengar penjelasan (langsung) saya karena nama saya dikait-kaitkan," kata SBY.
SBY juga menyatakan berkeinginan untuk bertemu langsung Presiden Joko Widodo.
"Saya ingin bicara dengan beliau secara blak-blakan, siapa yang melaporkan pada beliau, yang memberikan informasi pada beliau..."
Sumber : faktamedia
Demikian informasi yang kami sampaikan . Silahkan like fanspage kami dan tetap kunjungi situs kami di http://harianusantara.tk/. Kami akan selalu memberikan berita terbaru, terhangat, terpopuler, dan teraktual yang diperoleh dari berbagai sumber yang terpercaya.
Terima Kasih atas kunjungan anda Semoga informasi yang kami sampaikan ini bermanfaat. Untuk info terbaru lainnya silakan kunjungi laman kami DISINI..!
loading...
0 Response to " SBY DAN TNI GUSAR, PIHAK ISTANA MULAI WAS-WAS....!!! "
Post a Comment