loading...
Selamat Datang di Berita Nasional, Kali ini kami akan memberikan informasi terkait hilangnya dokumen pembunuhan Munir.
Ketua Setara Institute, Hendardi, menyebut bahwa Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono semestinya membantu Presiden Joko Widodo menemukan dokumen hasil investigasi pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib yang hilang.
Menurut dia, semestinya SBY ikut menjelaskan apa yang membuat dokumen tersebut bisa menghilang dari kantor Kementerian Sekretariat Negara.
"Bagi saya, jika SBY berbesar hati, maka sudah semestinya membantu Jokowi dengan menjelaskan di mana dokumen tersebut berada," ujar Hendardi melalui keterangan tertulis, Jumat (14/10/2016).
Hendardi yang juga merupakan mantan anggota TPF Munir mengingat betul bahwa pada 24 Juni 2005, tim tersebut diterima oleh SBY didampingi Mensetneg Yusril Ihza Marhendra, Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi, dan Juru Bicara Presiden Andi Malarangeng untuk penyerahan laporan akhir TPF.
Dengan demikian, kata Hendardi, timnya telah menyelesaikan mandat dan menyerahkan seluruhnya ke presiden untuk diumumkan. Ia tak menyangka akhirnya dokumen tersebut dinyatakan hilang.
"Jika bukan karena administrasi yang buruk, maka patut diduga adanya kesengajaan menghilangkan dokumen tersebut oleh pihak-pihak yang tidak menghendaki penuntasan kasus Munir," kata Hendardi.
Dalam dokumen itu, TPF merekomendasikan sejumlah nama yang diduga kuat telah melakukan pemufakatan jahat membunuh Munir.
TPF, kata dia, juga merekomendasikan agar SBY membentuk tim baru dengan mandat dan kewenangan yang lebih kuat untuk menjangkau koordinasi lintas institusi dan mengawal penuntasan kasus Munir. Namun, usulan tersebut tak juga terlaksana.
Terkait hilangnya dokumen itu pada Kemensetneg, Hendardi menilai tata kelola administrasi negara dalam pemerintahan buruk.
Hilangnya dokumen tersebut juga dianggap sebagai preseden buruk bagi penegakan HAM di Indonesia.
"Karena saat Presiden SBY membentuk TPF dan menghasilkan rekomendasi pun, hasil kerja itu juga belum mampu mengungkap kebenaran dan melimpahkan keadilan," kata Hendardi.
Menurut Hendardi, penyelesaian kasus Munir yang melibatkan unsur negara perlu kemauan politik yang kuat dan keberpihakan pada korban. Caranya yakni dengan menindaklanjuti rekomendasi dalam dokumen itu.
Selain itu, Jokowi juga berwenang memerintahkan jajarannya untuk menjelaskan keberadaan laporan akhir TPF tersebut.
Staf Khusus Menteri Sekretaris Negara, Alexander Lay mengatakan, berdasarkan pemberitaan media massa, laporan TPF kematian Munir itu dipegang oleh Presiden keenam RI, Susilo Bambang Yudhoyono.
Namun, Wakil Direktur Imparsial Gufron Mabruri Gufron pun menyangsikan keterangan yang menyatakan dokumen penyelidikan kasus Munir tidak berada di Kemensetneg.
Dia meyakini dokumen tersebut tersimpan di Kemensetneg, namun Pemerintah belum mempunyai political will (kemauan politik) untuk membukanya kepada publik.
Oleh sebab itu, kata Gufron, jika benar-benar memiliki kemauan untuk menuntaskan kasus Munir, Presiden harus menindaklanjuti keputusan KIP dengan memerintahkan Kemensetneg menelusuri keberadaan dokumen penyelidikan TPF.
Sumber : kompas.com
Demikian informasi yang kami sampaikan . Silahkan like fanspage kami dan tetap kunjungi situs kami di http://www.abninformasi.tk/. Kami akan selalu memberikan berita terbaru, terhangat, terpopuler, dan teraktual yang diperoleh dari berbagai sumber yang terpercaya.
Terima Kasih atas kunjungan anda Semoga informasi yang kami sampaikan ini bermanfaat. Untuk info terbaru lainnya silakan kunjungi laman kami DISINI..!
Ketua Setara Institute, Hendardi, menyebut bahwa Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono semestinya membantu Presiden Joko Widodo menemukan dokumen hasil investigasi pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib yang hilang.
Menurut dia, semestinya SBY ikut menjelaskan apa yang membuat dokumen tersebut bisa menghilang dari kantor Kementerian Sekretariat Negara.
"Bagi saya, jika SBY berbesar hati, maka sudah semestinya membantu Jokowi dengan menjelaskan di mana dokumen tersebut berada," ujar Hendardi melalui keterangan tertulis, Jumat (14/10/2016).
Hendardi yang juga merupakan mantan anggota TPF Munir mengingat betul bahwa pada 24 Juni 2005, tim tersebut diterima oleh SBY didampingi Mensetneg Yusril Ihza Marhendra, Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi, dan Juru Bicara Presiden Andi Malarangeng untuk penyerahan laporan akhir TPF.
Dengan demikian, kata Hendardi, timnya telah menyelesaikan mandat dan menyerahkan seluruhnya ke presiden untuk diumumkan. Ia tak menyangka akhirnya dokumen tersebut dinyatakan hilang.
"Jika bukan karena administrasi yang buruk, maka patut diduga adanya kesengajaan menghilangkan dokumen tersebut oleh pihak-pihak yang tidak menghendaki penuntasan kasus Munir," kata Hendardi.
Dalam dokumen itu, TPF merekomendasikan sejumlah nama yang diduga kuat telah melakukan pemufakatan jahat membunuh Munir.
TPF, kata dia, juga merekomendasikan agar SBY membentuk tim baru dengan mandat dan kewenangan yang lebih kuat untuk menjangkau koordinasi lintas institusi dan mengawal penuntasan kasus Munir. Namun, usulan tersebut tak juga terlaksana.
Terkait hilangnya dokumen itu pada Kemensetneg, Hendardi menilai tata kelola administrasi negara dalam pemerintahan buruk.
Hilangnya dokumen tersebut juga dianggap sebagai preseden buruk bagi penegakan HAM di Indonesia.
"Karena saat Presiden SBY membentuk TPF dan menghasilkan rekomendasi pun, hasil kerja itu juga belum mampu mengungkap kebenaran dan melimpahkan keadilan," kata Hendardi.
Menurut Hendardi, penyelesaian kasus Munir yang melibatkan unsur negara perlu kemauan politik yang kuat dan keberpihakan pada korban. Caranya yakni dengan menindaklanjuti rekomendasi dalam dokumen itu.
Selain itu, Jokowi juga berwenang memerintahkan jajarannya untuk menjelaskan keberadaan laporan akhir TPF tersebut.
Staf Khusus Menteri Sekretaris Negara, Alexander Lay mengatakan, berdasarkan pemberitaan media massa, laporan TPF kematian Munir itu dipegang oleh Presiden keenam RI, Susilo Bambang Yudhoyono.
Namun, Wakil Direktur Imparsial Gufron Mabruri Gufron pun menyangsikan keterangan yang menyatakan dokumen penyelidikan kasus Munir tidak berada di Kemensetneg.
Dia meyakini dokumen tersebut tersimpan di Kemensetneg, namun Pemerintah belum mempunyai political will (kemauan politik) untuk membukanya kepada publik.
Oleh sebab itu, kata Gufron, jika benar-benar memiliki kemauan untuk menuntaskan kasus Munir, Presiden harus menindaklanjuti keputusan KIP dengan memerintahkan Kemensetneg menelusuri keberadaan dokumen penyelidikan TPF.
Sumber : kompas.com
Demikian informasi yang kami sampaikan . Silahkan like fanspage kami dan tetap kunjungi situs kami di http://www.abninformasi.tk/. Kami akan selalu memberikan berita terbaru, terhangat, terpopuler, dan teraktual yang diperoleh dari berbagai sumber yang terpercaya.
Terima Kasih atas kunjungan anda Semoga informasi yang kami sampaikan ini bermanfaat. Untuk info terbaru lainnya silakan kunjungi laman kami DISINI..!
loading...
0 Response to " SBY Diminta Bantu Jokowi Jelaskan Hilangnya Dokumen Munir "
Post a Comment